Wednesday, November 19, 2008

Hilmy Bakar Almascaty, Riwayat Singkat

Hilmy Bakar Almascaty, bukanlah apa-apa dan bukan siapa-siapa. Dia bukanlah seorang politisi apalagi negarawan, bukan pula seorang cendekiawan atau ustadz apalagi ahli agama. Hilmy hanyalah manusia lemah dan hina yang dengan segala kekurangannya dari kecil bercita-cita menjadi hamba Allah yang menegakkan Risalah Islamiyah, mengikuti jejak abahnya, Bakar Hasan Almascaty, seorang pejuang Islam kader dan aktivis Masyumi dan Syarikat Islam. Itulah sebabnya sejak muda sudah aktiv di Remaja Masjid, Pelajar Islam Indonesia (PII), Pemuda Muhammadiyah, sampai Forum Intelektual Muda Islam Asia Tenggara dan terakhir menjadi ketua dan fungsionaris di beberapa organisasi Islam seperti Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), DPP-Front Pembela Islam (FPI) dan Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah. Minatnya utamanya pada pengembangan pemikiran dan peradaban Islam, khususnya bidang kajian Gerakan Islam Kontemporer dan Spiritualisme Islam. Dikarunia Allah SWT bakat menulis dan telah melahirkan beberapa buku, diantaranya seperti : Kebathilan Pancasila Pada Era Orde Baru, 1984,Yogyakarta. Ummah Melayu : Kuasa Baru Dunia Abad 21, 1994, Berita Publishing Kuala Lumpur. Generasi Penyelamat Ummah, 1995, Berita Publishing Malaysia. Panduan Jihad Untuk Aktivis Gerakan Islam, 2001, GIP Jakarta. Membangun Kembali Sistem Pendidikan Kaum Muslimin, 2002,Azzahra Univ. Jakarta. Sejak muda sudah menulis artikel berbagai topik perkembangan Islam, diantaranya di media Indonesia : Kiblat, Al-Muslimun, Panji Masyarakat, Republika dan lainnya, di media Malaysia : Ad-Dakwah, Risalah, Utusan Melayu, Berita Harian dan lainnya. Aktivitas dan pemikirannya telah membuat tertarik majalah internasional Asiaweek,, pada edisi Oktober 2001 meletakkan Hilmy pada sampul depannya.

Lahir di Mataram, NTB, pada 01 Agustus 1966. Hidup dan berkembang dalam lingkungan santri dan mendapat pengetahuan al-Qur’an pertama kali dari ustadz-ustadz yang ikhlas dalam pengajian-pengajian di Surau dan Madrasah Muhammadiyah di Cakranegara Lombok, NTB. Memahami Islam dan pergerakannya pertama kali dari bimbingan almarhum abahnya yang juga seorang ustadz, aktivis dan pemimpin Muhammadiyah di NTB, sekaligus menanamkannya kebiasaan membaca sehingga tumbuh menjadi pencinta buku sekaligus kutu buku. Sejak di tingkat sekolah menengah pertama sudah dikenalkan abahnya dengan karya-karya M.Natsir, Hamka, HOS. Cokroaminoto, Wahid Hasyim, Soekarno, Tan Malaka sampai karya Muhammad Abduh, Sayyid Qutb, Boisard dan lainya yang tersedia di perpustakaan pribadi keluarga. Diskusi-diskusi yang sangat demokratis dan liberal. dengan kakaknya Nur Ainy Almascaty, kala itu seorang mahasiswa IAIN Malang dan aktivis HMI, telah membuka cakrawala pemikiran keislamannya, terutama arus pemikiran yang sedang dikembangkan para tokoh-tokoh Neo-modernis seperti Nurcholis Madjid, A. Wahib Wahab dkk..

Sejak tahun 80-an di Yogjakarta, sambil sekolah di MAN I, sangat intens mendalami seluk beluk pemikiran Islam dengan membaca buku-buku para cendekiawan Islam, berdiskusi dengan mahasiswa, menghadiri seminar, berdialog dengan tokoh-tokoh Islam seperti AR. Fakhrudin, Kuntowijoyo, Amien Rais, Syahirul Alim, Tolchah Mansyur, Syafii Maarif, Emha Ainun Najib dan lainnya. Pada saat bersamaan menempa diri sebagai aktivis gerakan Islam, mulai dari Pelajar Islam Indonesia (PII), Pengkajian Nilai Dasar Islam (PNDI) dan Remaja Masjid (BKPMI). Disebabkan rajin membaca, menelaah buku-buku keislaman dan menghadiri kelompok diskusi (usroh) pada usia 15 tahun sudah menjadi instruktur dan pembina (murobbi) dalam Pengkajian Risalah Tauhid (PRT) yang mendidik mahasiswa dari masjid ke masjid, kampus ke kampus, baik di UGM, IKIP-IAIN Yogja sampai beberapa masjid dan perguruan tinggi di Mataram, Singaraja, Surabaya, Malang, Semarang, Solo, Purwokerta dan Jakarta. Di samping menjadi penceramah pada seminar, dialog maupun forum-forum sejenis. Akibat aliran pemikiran yang dianggap fundamentalis serta aktivitas yang istiqomah pada ajaran Islam, sering berurusan dengan pihak yang berwajib dan menjadi sasaran penangkapan rezim Orde Baru dengan tuduhan terlibat gerakan Ektrim Kanan ataupun Darul Islam (DI). Kegemaran mendalami pemikiran Islam yang seharusnya dipelajari di perguruan tinggi, telah menimbulkan kebosanannya pada pelajaran Madrasah Aliyah yang mengulang-ulang, dangkal dan tidak sesuai dengan minatnya pada dataran filosofis ajaran Islam. Untuk memenuhi gejolak intelektual yang membara membuatnya mengambil keputusan keluar MAN dan mendalami Islam ke beberapa pesantren di Jawa Tengah seperti Ponpes Al-Mukmin Ngruki Solo dan lainnya, serta mendatangi beberapa ustadz untuk belajar Islam intensif, terutama tafsir al-Qur'an dan bahasa Arab sambil memberikan ceramah dan pembinaan mahasiswa.

Pada awal 1985, akibat tekanan rezim Orde Baru, mendorongnya hijrah ke Malaysia bersama-sama dengan beberapa aktivis Islam seperti Ust. Abdullah Sungkar, Ust. Abu Bakar Ba'asyir dan beberapa tokoh Islam yang dilibatkan dengan kasus Tanjung Priok. Selama di Malaysia memperdalam pemikiran Islam kontemporer melalui buku-buku dan diskusi sambil belajar pada Ma'had Ittiba As-Sunnah (Islamic College) Negeri Sembilan asuhan Ust. Hasyim Abdul Ghani, terutama pendalaman tafsir al-Qur'an, bahasa Arab dan kajian kitab-kitab klasik Islam (kitab kuning).. Disamping aktif bersilaturrahmi dan mengadakan dialog dengan tokoh-tokoh pergerakan Islam dari Partai Islam Se-Malaysia (PAS), Jama'ah Tabligh, Darul Arqom, Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) serta gerakan-gerakan mujahidin dari Timur Tengah, Afghanistan, Selatan Thailand (POLO), Filipina (MNLF/MILF), Aceh, Sumatra, Jawa Barat, Sulawesi dan lainnya yang membuka wawasannya tentang pentingnya makna jihad fi sabilillah dalam dunia internasional.

Sekembali dari Malaysia tahun 1987, pulang kampung ke Mataram NTB, aktif di Muhammadiyah, menjadi da’i, wartawan dan pembina mahasiswa, disamping menjadi Ketua Umum Yayasan Islam An-Nur dan mendirikan Pondok Pesantren Mahasiswa di Mataram dan Ponpes anak-anak di Labuhan Haji NTB. Di tengah-tengah kesibukan sebagai aktivis Islam tetap aktiv memperdalam kitab-kitab klasik Islam dan bahasa Arab di beberapa Pondok Pesantren Tradisional di Lombok. Berguru kepada beberapa Tuan Guru (panggilam untuk ulama sepuh di Lombok) seperti TGH.Umar, TGH. Mustafa Umar (Gunung Sari), TGH. Sofwan Hakim (Kediri), TGH. Muharrar dan beberapa ulama memperdalam kitab-kitab klasik dalam bidang bahasa Arab tingkat edvant, tafsir, fiqh dan tasawwuf. Pada saat yang sama memperdalam pemikiran kontemporer Islam di forum-forum diskusi bersama beberapa dosen di Universitas Mataram (UNRAM), IAIN dan Universitas Muhammadiyah seperti Dr. Ahmad Rivai, Drs.A.Karim Sahidu, Aziz Bages, MSc, Drs. Hilman Makmun, Ust. Abdurrahman (Ketua Persis NTB), Ust. Abdul Ghani (Sepuh Muhammadiyah) dan beberapa aktivis intelektual Muhammadiyah dibawah asuhan Ust. A. Rahim Sariun dan KH. Habib Adnan dari MUI Bali. Walaupun tinggal di NTB namun tetap membina hubungan dengan pergerakan Islam di Jawa, terutama dengan jaringan gerakan Islam di Jakarta, Jawa Barat, Yogja, Solo dan Malang. Bahkan tetap secara rutin mengadakan perjalanan ke Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur sampai ke Kelantan dan Patani di Selatan Thailand.

Setelah tidak mampu membendung gejolak minatnya memperdalam pemikiran Islam yang tidak diperolehnya di Indonesia, pada tahun 1991 kembali lagi ke Malaysia untuk lebih menajamkan dan memperdalam pemahaman Islam kontemporer di beberapa institusi pemikiran Islam. Disebabkan masalah administrasi di Universiti Islam Antarabangsa, membuatnya tidak dapat melanjutkan studi di Master Pemikiran Islam, akhirnya memaksa dan mendorongnya untuk belajar secara otodidak memperdalam bidang yang diminati dengan memanfaatkan panduan kurikulum, perpustakaan, kuliah-kuliah khusus serta forum-forum diskusi mahasiswa dengan bimbingan beberapa Profesor sambil memperdalam bahasa Inggris dan Arab. Perpustakaan kampus UIA yang lengkap dan modern seperti rumah keduanya dan tempat untuk memperdalam minatnya dalam mengembangkan studi pemikiran Islam secara bebas dan dibantu beberapa mahasiswa senior pasca sarjana. Keadaan ini memudahkannya untuk berinteraksi secara bebas dengan tokoh-tokoh Islam dunia seperti Prof. Naquib Alattas, Dr. Yusuf Qordhowy, Prof. Anis Ahmad, Prof.Kamal Hassan, Prof. Siddiq Fadhil, termasuk dengan para pemimpin-pemimpin gerakan Islam dunia. Pada saat yang sama membuat kajian tentang kebangkitan Islam di Asia Tenggara dan memperdalam beberapa gerakan Islam seperti ABIM, PAS, ARQAM, TABLIGH, JIM dan gerakan-gerakan Islam di Selatan Thailand lainnya yang diterbitkan dalam buku yang menghebohkan Malaysia dengan judul Ummah Melayu Kuasa Baru Dunia Abad ke 21. Karena terkenalnya buku ini, mendapat tawaran kuliah pada tingkat pasca sarjana di ISTAC dan pada jurusan Studi Islam di Universitas Malaya (UM) yang mengkaji masalah Jihad dan aplikasinya pada ABIM dibawah bimbingan Prof. Kamil Abdul Madjid. Penelitian terakhir telah diterbitkan dengan judul Panduan Jihad Untuk Aktivis Gerakan Islam.

Untuk meningkatkan profesionalismenya, dari tahun 1992-an mengambil beberapa jenis pelatihan, kursus dan studi dalam jurusan pengembangan bisnis dan SDM dari setingkat diploma sampai terakhir tingkat MBA di Institut Tun Abdul Razak-Universiti Kebangsaan Malaysia. Di sela-sela kesibukan bekerja dan belajar, tetap aktif dalam perhimpunan pelajar Indonesia di Malaysia, Persatuan Pelajar Islam Asia Tenggara (PEPIAT), menjadi pendiri dan wakil Koordinator Forum Intelektual Muda Muslim Asia Tenggara (FIMMAT) dan Anggota Majlis Usahawan Serantau (MUS). Sempat menjadi dosen dan kordinator pada Institut Perguruan Safa (Malaysia) dan penceramah serta pembicara pada seminar-konfrensi tingkat nasional, regional di Kuala Lumpur, Pulau Pinang, Perak, Kelantan, Pattani, Yala (Thailand) , Jakarta, Aceh, Mataram dan lainnya.. Sejak tahun 1994 sampai 1996 bekerja sebagai eksekutif di beberapa perusahaan multinasional yang berpusat di Malaysia, seperti Safa Corporation, Mekar Idaman Group dan Glomac Berhad Group.

Sejak tahun 1997 merasa kembali pulang ke Indonesia dan bermukim di Jakarta dan menjadi Direktur di beberapa buah perusahaan nasional yang bergerak dalam bidang investasi, properti, perkebunan, infrastuktur dllnya. Aktif di Muhammadiyah sebagai salah seorang Ketua Pengusaha Muda Muhammadiyah, anggota ICMI dan Penasihat beberapa Yayasan Pendidikan Islam dan ikut mengembangkan Universitas Islam Azzahra.di Jakarta. Tahun 1999 terpilih menjadi Bendahara Umum Partai Daulat Rakyat (PDR) dan dicalonkan sebagai anggota DPR/MPR. Membangun group bisnis dan menjabat Presiden Bina Cendekia Madani Group sambil menyelesaikan studi pasca sarjana di Institute of Management Studies, Institut Pengembangan Wiraswasta, Jakarta. Di samping aktif menjadi Ketua Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyah dan sebagai konsultan pengembangan SDM dan pendidikan.

Setelah 5 tahun bergelut dalam dunia bisnis, sejak awal tahun 2000 kembali kepada minat lama yang terbengkalai, pengkajian pemikiran Islam kontemporer dan aktif kembali dalam gerakan Islam. Dengan bekal pengalaman yang ada dan referensi buku-buku, kembali memformulasikan pemikiran-pemikiran keislaman, terutama merangkai kembali pemahaman yang telah lama terbengkalai. Mengadakan sejumlah perjalanan kembali, terutama ke Malaysia dan bertemu dengan tokoh-tokoh intelektual, berdiskusi dengan banyak fihak, baik mahasiswa, pemimpin gerakan Islam, profesional dan berbagai kalangan untuk mengetahui perkembangan pemikiran Islam dan gerakan Islam serta mengejar ketertinggalan akibat kesibukan selama ini.Untuk lebih memusatkan konsentrasi, kembali mengambil kuliah jurusan bahasa Arab di LIPIA Jakarta. Dan memfokuskan diri pada bidang penulisan dan konsultan pengembangan SDM Islami.

Ketika terjadi bencana tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26 Desember 2004, Hilmy memimpin lebih 1000 orang relawan dari gabungan Front Pembela Islam (FPI) dan ormas-ormas Islam berangkat ke Banda Aceh menjadi Panglima Operasi. Setelah selesai masa tanggap darurat, bersama dengan teman-teman mengibarkan bendera Hilal Merah (Red Crescent) dengan membangun masjid agung Sultan Qabus Oman di Banda Aceh. Selanjutnya sejak tahun 2006, tepatnya pada tanggal 1 agustus 2006, bertepatan dengan usia 40 tahun, Hilmy berhijrah ke Banda Aceh. Sampai sekarang tinggal di sekitar Banda Aceh, Bireuen dan Perlak. Disamping memimpin Red Crescent juga menjadi Presiden Crescent Group yang bercita-cita membangkitkan Aceh Renaissance.

Buku yang ditulis an : Ummah Melayu Kuasa Baru Dunia Abad 21, diterbitkan Berita Publishing Malaysia, 1994. Generasi Penyelamat Ummah, Berita Publishing Malaysia, 1995. Panduan Jihad Untuk Aktivis Gerakan Islam, GIP, 2001, Membangun Kembali Sistem Pendidikan Kaum Muslimin, Univ. Islam Azzahra, 2001. Disamping menulis artikel dibeberapa media masa Indonesia seperti Kiblat, Panjimas, Media Dakwah, Al-Muslimun, Republika, dan Malaysia seperti Berita Harian, Risalah (ABIM), Ad-Dakwah dan lainnya.